Stress tidak hanya terjadi pada dewasa saja, tapi juga bisa mengancam anak-anak. Berbeda dengan orang dewasa, anak seringkali tak bisa mengutarakan isi hatinya dengan mudah. Menurut dr. Fransiska Kaligis SpKJ dari RSUN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, tekanan atau stress yang terjadi pada anak ketika mengalami sesuatu yang diharapkan tapi tidak tercapai.
Dalam masa tumbuh dan kembang, kepribadian anak dan remaja masih mengalami proses. Jadi, secara emosi, anak masih belum mampu untuk menyelesaikan permasalahan yang sifatnya kompleks atau agak berat sedikit. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan pada anak, diantaranya faktor lingkungan. Bisa jadi, anak mengalami tekanan dengan pelajaran di sekolah, tekanan dari teman-teman sekolah atau dengan orang-orang yang berinteraksi dengannya.
Gejala tekanan yang terjadi pada anak berbeda-beda sesuai umurnya. Untuk anak usia dibawah tiga tahun, umumnya mengalami cengeng, semakin rewel, lebih senang nempel atau tidak bisa ditinggal oleh orang tuanya. Anak-anak secara natural selalu ceria menghadapi dunianya, tapi jika keceriaan menghilang hal tersebut bisa terjadi karena adanya tekanan dalam hidupnya.
Secara umum, perubahan yang terjadi pada anak tidak seperti biasanya. Misalnya, anak dalam keadaan emosi menjadi lebih marah, lebih cengeng atau pendiam.
Penyebab Stres Pada Balita
Sebagian orang mungkin mengira bahwa masa kanak-kanak merupakan masa yang riang, penuh keceriaan, dan tanpa tanggung jawab. Pada kenyataannya, sebuah studi mengatakan bahwa banyak anak-anak mengalami stres dan kesulitan dalam menanganinya. Pada balita, stres dapat terjadi setiap hari di rumah, hingga di tempat penitipan anak atau sekolah.
Kondisi stres yang sering dialami oleh balita dipicu oleh beberapa hal seperti:
- Tidak mendapatkan apa yang diinginkan,
- Menunggu terlalu lama
- Mainan yang tiba-tiba rusak.
Kondisi lain yang juga dapat menjadi pemicu stres pada balita diantaranya seperti:
- Dipaksa mengerjakan sesuatu,
- Berada di situasi yang baru,
- Terlalu banyak keinginan yang tidak tercapai,
- Terpisah dengan orang tua,
- Berbeda pendapat dengan saudara,
- Bergantinya pengasuh
Selain penyebab stres sehari-hari, ada pula penyebab stres pada balita yang dapat memengaruhi anak dalam jangka waktu lama, seperti ekspektasi berlebihan yang tidak dapat terpenuhi, konflik serius dengan anggota keluarga, perceraian, kematian, dan bullying.
Tanda-Tanda Stres Pada Balita
Ibu sangat dianjurkan untuk meluangkan waktu dalam mencurahkan perhatian, kasih sayang dan mempererat hubungannya dengan anak-anak. Ibu harus memberikan perhatian ekstra dalam memperhatikan sikap dan kebiasaan anak dalam sehari-hari. Pada balita yang mengalami stres, akan terjadi perubahan sikap seperti mengisolasi diri dari lingkungan sekitarnya, anak menjadi sensitif, mudah tersinggung, mudah marah, lemas, malas dan berespon berlebihan pada sesuatu. Beberapa sikap balita yang sering ditunjukkan saat mengalami stres adalah:
- Mudah tersinggung dan mudah marah
- Kesulitan tidur dan mimpi buruk
- Gangguan makan dan sering mengompol
- Mengeluh sakit kepala dan sakit perut
- Ketakutan dan kecemasan yang berlebihan
- Mengisolasi diri dari keluarga dan lingkungan sekitar
- Menjadi cengeng atau mudah berkelahi
- Perubahan sikap seperti suka menggigit, menedang dan tidak mendengarkan saat diajak bicara
- Menjadi bergantung kepada orang tua atau pengasuh
- Menjadi sangat malas atau menjadi sangat aktif
Cara Tepat Menghadapi Balita Stress
Terkadang tidak mudah untuk mengetahui anak di usia balita yang mengalami stres. Peran Ibu sangat penting dalam memperhatikan tiap perubahan sikap si anak. Bila menemui tanda-tanda tersebut, janganlah marah atau bereaksi secara berlebihan. Namun, segeralah untuk mencari tahu sumber permasalahan dan membantu si anak merasa lebih baik dengan mengurangi situasi yang membuatnya tidak nyaman.
Beberapa hal berikut dapat orang tua lakukan untuk membantu mengatasi stres pada anak balita, seperti:
- Perhatikan perubahan sikap dan kebiasaan . Kerjasama antara orang tua, anggota keluarga lain, guru dan pengasuh sangat diperlukan untuk dapat mengetahui perubahan sikap dan kebiasaan pada anak.
- Berusaha memahami bahwa ketidaknyamanan yang dirasakan anak kemungkinan berasal dari stres yang dialaminya, contohnya sering mengeluhkan sakit kepala atau sakit perut pada kegiatan-kegiatan tertentu seperti berangkat ke sekolah.
- Jangan mudah marah dengan sikap dan kebiasaan anak kita yang berubah menjadi buruk. Tetap sabar dan berikan contoh yang baik kepada si kecil.
- Perhatikan cara anak itu berinteraksi dengan teman-temannya atau orang di sekitarnya.
- Dengarkan dan pahami . Balita atau anak-anak akan sulit untuk memyampaikan secara verbal jenis stres yang dialaminya, sehingga meraka sering mengucapkan kata-kata yang buruk mengenai dirinya, orang lain, barang ataupun situasi, seperti “Aku bodoh!”, “Mereka tidak menyukaiku”, dan “Ini tidak menyenangkan!”.
- Luangkanlah waktu untuk anak kita agar Ibu dapat bermain dengannya. Beritahu dengan lembut bahwa Ibu menyayanginya dengan kata-kata dan perbuatan seperti ciuman dan pelukan.
- Atur kembali pola hidup dengan memastikan ia memiliki waktu bermain yang cukup, makanan yang bergizi, perlakuan yang baik dan waktu tidur yang cukup antara 10-12 jam sehari.
- Carilah dukungan dari orang sekitar dan keluarga.